PENYAKIT PARU-PARU OBSTRUKTIF
Henry Klapholz, M.D.
Lebih banyak pasien dengan fibrosis kistik sekarang dapat bertahan hidup hingga bakir balig cukup akal dengan kesehatan yang cukup baik untuk memungkinkan reproduksi. Walaupun banyak dari mereka yang dapat menjalani kehamilan, persalinan, dan kelahiran tanpa gangguan yang berat, baik pemeriksaan medis untuk cadangan fungsional paru-paru dan konsultasi genetik mengenai resiko herediter terang diperlukan. Tes diagnostik perinatal yang gres dapat mendeteksi fibrosis kistik pada janin. Riwayat alergi atau wheezing (terutama akhir stres, debu, dingin, latihan, atau infeksi) dengan temuan fisik yang karakteristik penyakit paru-paru obstruktif membantu dalam mendiagnosis asma bronkial. Pasien asma memerlukan perawatan yang ketat untuk menghindari hasil persalinan yang buruk.
Pasien dengan penyakit peru-paru obstruktif dapat dibedakan untuk tujuan penatalaksanaan ke dalam pasien yang mempunyai serangan episodik yang ringan dan segera diobati, yang menderita penyakit kronis dengan gangguan fungsi paru-paru dalam derajat tertentu yang dapat menimbulkan hipoksia ataupun tidak, dan yang dengan gangguan serius yang membahayakan hidup dari status asmatik akut. Keadaan yang memperberat situasi dapat terjadi tanpa tanda-tanda pada pasien tersebut, yang memerlukan perawatan yang teliti dan luas.
Serangan episodik memerlukan pengobatan periodik dengan bronkodilator (seperti ephedrine, 10 mg per oral empat kali sehari, atau terbutaline, 2.5 hingga 5 mg empat kali sehari). Theophylline, 100 mg atau lebih tiga kali sehari yang diberikan per oral, biasanya juga memuaskan. Epinephrine (sampai 0.5 mg subkutan dalam larutan pengencer) juga dapat diberikan untuk manifestasi akut, tetapi alasannya yaitu reaksi sampingnya telah dilaporkan, sebaiknya obat ini dihindari, jikalau mungkin. Obat-obat tersebut tampaknya tidak mempunyai efek yang merugikan bagi janin.
Gravida dengan serangan episodik penyakit tanpa komplikasi dapat dirawat di ruang rawat rutin selama kehamilan kecuali selama serangan akut. Inhalasi Cromolyn dapat membantu menghindari alergi atau serangan yang diinduksi oleh latihan jikalau digunakan dalam regimen profilaksis; obat ini tidak efektif untuk adegan akut.
Pasien dengan kadar PO2 arterial kurang dari 80 mmHg harus dirawat dirumah sakit untuk perawatan yang agresif. Hal ini berlaku terutama jikalau tedapat hiperkabnia (PCO2 lebih besar daripada 38 mmHg), sesak nafas, atau sianosis. Oksigen pelengkap mungkin diperlukan. Periksalah status janin secara terpola mulai dari ahad ke-28 untuk melihat adanya hipoksia. Tentukan pertumbuhan janin dengan ultrasonografi.
Tindakan terhadap paru-paru yang luas, termasuk terapi pada dada, inhalasi uap, dan meningkatkan asupan cairan,dapat mencegah jerawat bronkopulmonal. Berikan bronkodilator astasol dan steroid, ibarat prednisone, 30 hingga 40 mg per oral selama tiga hingga lima hari, dan dosisnya diturunkan perlahan-lahansebanyak 5 mg perhari hingga dosis pemeliharaan 10 hingga 15 mg per hari. Antibiotika, ibarat ampicillin, penicillin,atau cefaclor (suatu sefalosporin yang efektif melawan organisme gram negatif, terutama H. influenzae), dapat membantu hindarkan penggunaan tetracycline alasannya yaitu efeknya terhadap janin.
Status asmatikus akut yang tidak terkontol yaitu kegawatan medis yang memerlukan perawatan di rumah sakit segera. Amati untuk hipoksemia dan hipekabnia dengan menggunakan pengukuran gas darah arterial secara berkala. Pasien yang tidak berespons terhadap regimen standar (misalnya,0.2 hingga 0.5 ml epinephrine 1:1,000 subkutan)diterapi dengan pernafasan tekanan nyata secara intermiten oksigen pelengkap diberikan untuk menjaga kadar PO2 arterial, dan diharapkan terapi steroid dosis tinggi (seperti, Solu-Cortef, 250 mg intravena tiap empat hingga enam jam). Jagalah hidrasi dan lakukan tindakan untuk meyakinkan kembali. Pertimbangkan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis jikalau kadar PCO2 arterial meningkat diatas 40 mmHg. Jagalah pasien tersebut dengan pengobatan jangka panjang dengan bronkodilator dan steroid. Pemeriksaan sinar-X dada, jikalau di indikasikan oleh temuan fisik, dapat menegaskan komplikasi pneumonitis, emfisema mediastinal, atau atelektasis.
Lakukan persalinan dengan induksi persalinan di bawah kondisi yang terkontrol jikalau keadaan optimal. Selama persalinan, menghilangkan rasa nyeri dan hidrasi yaitu penting. Berikan bronkodilator, termasuk epinephrine, terbutaline, atau amino-phylline, secepat mungkin. Hindarkan anestesia inhalasi kecuali terjadi status asmatikus; selanjutnya obat anestesia ibarat halothane dapat digunakan untuk menghilangkan bronkospasme. Bahkan dengan anestesia konduktif, perawatan yang penuh perhatian yaitu penting alasannya yaitu usaha pandangan gres dapat terganggu.