Model Pendokumentasian
Tujuan Pembelajaran
Setelah Mempelajari adegan ini, anda diharapkan bisa :
a. Menjelaskan model pendokumentasian POR
b. Menjelaskan model pendokumentasian SOR
c. Menjelaskan model pendokumentasian CBE
d. Menjelaskan model pendokumentasian Kardeks
e. Menjelaskan model pendokumentasian Komputer
Model Pendokumentasian yaitu merupakan cara menggunakan dokumentasi dalam penerapan proses asuhan. Ada beberapa model pendokumentasian yaitu model pendokumentasian secara POR (Problem Oriented Record), SOR (Source Oriented Record), CBE (Charting By Exception), Kardeks dan Komputer.
A. POR (PROBLEM ORIENTED RECORD)
Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada duduk perkara klien, dapat menggunakan multi disiplin dengan mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan ide-ide dan pikiran anggota tim. Pendekatan ini pertama kali dikenalkan oleh dr. Lawrence Weed dari Amerika Serikat. Dalam format aslinya pendekatan berorientasi duduk perkara ini dibuat untuk memudahkan pendokumentasian dengan catatan perkembangan yang terintegrasi, dengan sistem ini semua petugas kesehatan mencatat observasinya dari suatu daftar masalah.
1. Pengertian
Model ini memusatkan data ihwal klien dan didokumentasikan dan disusun menurut duduk perkara klien. Sistem dokumentasi jenis ini mengintegrasikan semua data mengenai duduk perkara yang dikumpulkan oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam santunan layanan kepada klien.
2. Komponen
Model dokementasi ini terdiri dari empat komponen yaitu :
a. Data Dasar
1) Data dasar berisi kumpulan dari data atau semua informasi baik subyektif maupun obyektif yang telah dikaji dari klien dikala pertama kali masuk Rumah Sakit atau pertama kali diperiksa
2) Data dasar mencakup :
a) Pengkajian keperawatan
b) Riwayat penyakit/ kesehatan
c) Pemeriksaan fisik
d) Pengkajian hebat gizi
e) Data penunjang ( hasil laboratorium)
3) Data dasar yang telah terkumpul selanjutnya digunakan sebagai sarana mengidentifikasi duduk perkara dan mengembangkan daftar duduk perkara klien
b. Daftar Masalah
Daftar duduk perkara merupakan suatu daftar inventaris duduk perkara yang sudah dinomori menurut prioritas. Untuk memudahkan mencapainya daftar duduk perkara ini berada didepan dari catatan medik. Daftar duduk perkara ini bisa mencerminkan keadaan pasien, masalah-masalah ini diberi nomor sehingga akan memudahkan bila perlu dirujuk ke duduk perkara tertentu dalam catatan klinik tersebut. Bila duduk perkara sudah teratasi juga diberi catatan dan diberi tanggal kapan duduk perkara tersebut teratasi juga diberi catatan dan diberi tanggal kapan duduk perkara tersebut teratasi dan petugas yang mengidentifikasi duduk perkara tersebut untuk pertama kalinya. Dengan demikian daftar duduk perkara ini berfungsi sebagai indeks maupun gambaran dari klien tersebut.
1) Daftar duduk perkara berisi ihwal duduk perkara yang telah teridentifikasi dari data dasar, kemudian disusun secara kronologis sesuai tanggal identifikasi masalah.
2) Daftar duduk perkara ditulis pertama kali oleh tenaga yang pertama bertemu dengan klien atau orang yang diberi tanggung jawab.
3) Daftar duduk perkara dapat mencakup duduk perkara fisiologis, psikologis, sosiokultural, spiritual, tumbuh kembang, ekonomi dan lingkungan.
4) Daftar ini berada pada adegan depan status klien dan tiap duduk perkara diberi tanggal, nomor, dirumuskan dan dicantumkan nama orang yang menemukan duduk perkara tersebut.
c. Daftar Awal Rencana
Rencana asuhan merupakan hasil yang diharapkan tindak lanjut dikembangkan untuk duduk perkara yang terindentifikasi. Rencana asuhan harus mencakup arahan untuk memperoleh data tambahan, untuk intervensi terapeutik dan penyuluhan untuk pasien. Setiap duduk perkara yang ada dimaksudkan kebutuhan akan asuhan, dilaksanakan oleh siapa, frekuensi pelaksanaan dan hasil yang diharapkan, tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Batas waktu ditentukan untuk evaluasi respon pasien terhadap intervensi maupun kemajuan terhadap pencapaian tujuan.
1) Rencana asuhan ditulis oleh tenaga yang menyusun daftar masalah. Dokter menulis instruksinya, sedang perawat atau bidan menulis arahan menulis arahan rencana asuhan
2) Perencanaan awal terdiri dari 3 ( tiga ) adegan :
a) Diagnostik
Dokter mengidentifikasi apa pengkajian diagnostik yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Menetapkan prioritas untuk mencegah duplikasi tindakan dan memindahkan pemenuhan kebutuhan klien. Koordinasi pemeriksaan untuk menegakkan diagnostik sangat penting.
b) Usulan Terapi
Dokter menginstruksikan terapi khusus berdasarkan masalah. Termasuk pengobatan, kegiatan yang tidak boleh dilakukan, diit, penanganan secara khusus, observasi yqng harus dilakukan. Jika duduk perkara awal diagnosa kebidanan, bidan dapat menyusun urutan usulan tindakan asuhan kebidanan
c) Pendidikan klien
Diidentifikasi kebutuhan pendidikan klien bertujuan jangka panjang. Team kesehatan mengidentifikasi jenis informasi atau keterampilan yang diharapkan oleh klien untuk mengikuti keadaan terhadap duduk perkara yang berkaitan dengan kesehatan
d. Catatan Perkembangan (Proses Note )
Catatan perkembangan membentuk rangkaian informasi dalam sistem pendekatan berorientasi masalah. Catatan ini dirancang sesuai dengan format khusus untuk mendokumentasikan informasi mengenai setiap nomor dan judul duduk perkara yang sudah terdaftar. Catatan ini menyediakan suatu rekaman kemajuan pasien dalam mengatasi duduk perkara khusus, perencanaan dan evaluasi. Catatan perkembangan biasanya ditampilkan dalam tiga bentuk, yaitu flow sheet berisi hasil observasi dan tindakan tertentu, catatan perawat/ keterpaduan memberi daerah untuk evaluasi kondisi pasien dan kemajuan dalam mencapai tujuan, catatan pulang dan ringkasan asuhan dan memudahkan follow up waktu pasien pulang.
1) Catatan perkembangan berisikan catatan ihwal perkembangan tiap–tiap duduk perkara yang telah dilakukan tindakan, dan disusun oleh semua anggota yang terlibat dengan menambahkan catatan perkembangan pada lembar yang sama.
2) Beberapa pola catatan perkembangan dapat digunakan antara lain :
a) SOAP : Subyektif data, Obyektif Data, Assesment, Plan
b) SOAPIER : SOAP ditambah Intervensi, Evaluasi dan Revisi.
c) PIE : Problem, Intervensi Evaluasi
3. Keuntungan dan Kerugian dalam Penggunaan POR
a. Keuntungan
1). Pencatatan sistem ini berfokus atau lebih menekankan pada duduk perkara klien dan proses penyelesaian duduk perkara dari pada peran dokumentasi.
2). Pencatatan ihwal kontinuitas atau kesinambungan dari asuhan kebidanan.
3). Evaluasi duduk perkara dan pemecahan duduk perkara didokumentasikan dengan jelas, susunan data mencerminkan duduk perkara khusus. Data disusun berdasarkan duduk perkara yang spesifik. Keduanya ini memperlihatkan penggunaan nalar untuk pengkajian dan proses yang digunakan dalam pengobatan pasien.
4). Daftar masalah, setiap judul dan nomor merupakan “checklist“ untuk diagnosa kebidanan dan untuk duduk perkara klien. Daftar duduk perkara tersebut membantu mengingatkan bidan untuk masalah-masalah yang meminta perhatian khusus .
5). Daftar duduk perkara bertindak sebagai daftar isi dan mempermudah pencarian data dalam proses asuhan.
6). Masalah yang membutuhkan intervensi (yang teridentifikasi dalam data dasar) dibicarakan dalam rencana asuhan.
b. Kerugian
1) Penekanan pada hanya berdasarkan masalah, penyakit, ketidakmampuan dan ketidakstabilan dapat menimbulkan pada pendekatan pengobatan dan tindakan yang negatif.
2) Sistem ini sulit digunakan apabila daftar tidak dimulai atau tidak secara terus menerus diperbaharui dan konsensus mengenai duduk perkara belum disetujui, atau tidak ada batas waktu untuk evaluasi dan seni manajemen untuk follow up belum disepakati atau terpelihara.
3) Kemungkinan adanya kesulitan jikalau daftar duduk perkara dilakukan tindakan atau timbulnya duduk perkara yang baru.
4) Dapat menimbulkan kebingungan jikalau setiap hal harus masuk dalam daftar masalah.
5) SOAPIER dapat menimbulkan pengulangan yang tidak perlu, jikalau sering adanya target evaluasi dan tujuan perkembangan klien sangat lambat.
6) Perawatan yang rutin mungkin diabaikan dalam pencatatan jikalau flowsheet untuk pencatatan tidak tersedia.
7) P (dalam SOAP) mungkin terjadi duplikasi dengan rencana tindakan.
8) Tidak ada kepastian mengenai perubahan pencatatan distatus pasien, kejadian yang tidak diharapkan misalnya pasien jatuh, ketidakpuasan mungkin tidak lengkap pencatatannya. Dalam praktek catatan serupa mungkin tidak tertulis, bila tidak hubungannya dengan catatan sebelumnya.
9) Kadang-kadang membingungkan kapan pencatatan dan tanggung jawab untuk follow up.
B. SOR (SOURCE ORIENTED RECORD)
1. Pengertian
Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada sumber informasi. Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola pencatatan. Dokumentasi dibuat dengan cara setiap anggota tim kesehatan membuat catatan sendiri dari hasil observasi. Kemudian, semua hasil dokumentasi dikumpulkan jadi satu. Sehingga masing-masing anggota tim kesehatan melakukan kegiatan sendiri tanpa tergantung anggota tim kesehatan yang lain. Misalnya, kumpulan dokumentasi yang bersumber dari dokter, bidan, perawat, fisioterapi, hebat gizi, dan lain-lain. Dokter menggunakan lembar untuk mencatat instruksi, lembaran riwayat penyakit dan perkembangan penyakit. Bidan menggunakan catatan kebidanan, begitu pula disiplin lain mempunyai catatan masing-masing.
2. Komponen
Catatan berorientasi pada sumber terdiri dari lima komponen yaitu
a. Lembar penerimaan berisi biodata
b. Lembar order dokter
c. Lembar riwayat medik atau penyakit.
d. Catatan bidan
e. Catatan dan laporan khusus
3. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan SOR
a. Keuntungan
1) Menyajikan data yang secara berurutan dan mudah diidentifikasi
2) Memudahkan perawat untuk cesara bebas bagaimana informasi akan dicatat.
3) Format Dapat menyederhanakan proses pencatatan masalah, kejadian, perubahan intervensi dan respon klien atau hasil.
b. Kerugian
1) Potensial terjadinya pengumpulan data yang terfragmentasi, alasannya yaitu tidak berdasarkan urutan waktu.
2) Kadang-kadang mengalami kesulitan untuk mencari data sebelumhya, tanpa harus mengulang pada awal.
3) Superficial pencatatan tanpa data yang jelas. Memerlukan pengkajian data dari beberapa sumber untuk menentukan duduk perkara dan tindakan kepada klien.
4) Memerlukan pengkajian data dari beberapa sumber untuk menentukan duduk perkara dan tindakan kepada klien.
5) Waktu santunan asuhan memerlukan waktu yang banyak.
6) Data yang berurutan mungkin menyulitkan dalam interpretasi/analisa.
7) Perlkembangan klien sulit di monitor.
C. CBE (CHARTING BY EXCEPTION )
Dimulai semenjak tahun 1983 di St Luke Medikal Center In Milkwankee.
1. Pengertian
Charting by exception yaitu sistem dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif dari hasil atau penemuan yang menyimpang dari keadaan normal atau standar.
2. Komponen
CBE mengintegrasikan tiga komponen kunci yaitu :
a. Flowsheet yang berupa kesimpulan penemuan yang penting dan menjabarkan indikator pengkajian dan penemuan termasuk arahan dokter dan bidan, grafik, catatan pendidiikan dan pencatatan pemulangan pasien
b. Dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik keperawatan , sehingga mengurangi pencatatan tentansg hal rutin secara berulang kali. Oleh alasannya yaitu itu standar harus cukup spesifik dan menguraikan praktik keperawatan yang bekerjsama serta harus dilakukan oleh perawat di bangsal , walaupun ada juga standar khusus yang disusun sesuai unit masing- masing.
c. Formulir dokumentasi yang diletakkan ditempat tidur pasien
3. Format CBE meliputi :
a. Data dasar (riwayat dan pemriksaan fisik)
b. Intervensi flow sheet
c. Grafik record
d. Catatan bimbingan pasien
e. Catatan pasien pulang
f. Format catatan perawatan (menggunakan format SOAPIER)
g. Daftar diagnosa
h. Diagnosa dengan standar rencana tindakan perawatan dasar
i. Profil perawatan pasien dengan sistem kardeks
4. Keuntungan dan Kerugian metode pendokumentasian CBE
a. Keuntungan
1) Tersusunnya standar minimal untuk pengkajian dan intervensi.
2) Data yang tidak normal nampak jelas.
3) Data yang tidak normal secara mudah ditandai dan dipahami.
4) Data normal atau respon yang diharapkan tidak mengganggu informasi lain.
5) Menghemat waktu alasannya yaitu catatan rutin dan observasi tidak perlu dituliskan.
6) Pencatatan dan duplikasi dapat dikurangi.
7) Data klien dapat dicatat pada format klien secepatnya.
8) Informasi terbaru dapat diletakkan pada daerah tidur klien.
9) Jumlah halaman lebih sedikit digunakan dalam dokumentasi.
10) Rencana tindakan keperawatan disimpan sebagai catatan yang permanen.
b. Kerugian
1) Pencatatan secara narasi sangat singkat. Sangat tergantung pada checklist.
2) Kemungkinan ada pencatatan yang masih kosong atau tidak ada.
3) Pencatatan rutin sering diabaikan.
4) Adanya pencatatan kejadian yang tidak semuanya didokumentasikan.
5) Tidak mengakomodasikan pencatatan disiplin ilmu lain.
6) Dokumentasi proses keperawatan tidak selalu berafiliasi dengan adanya suatu kejadian.
D. KARDEKS
1. Pengertian
Model dokumentasi Charting by Exception (CBE) ini dibuat pada tahun 1983 oleh staf perawat di St. Luke’s Hospitalndi MIdwaukee, Wisconsin. Model ini dianggap dapat mengatasi duduk perkara pendokumentasian dengan membuat catatan ihwal pasien manjadi lebih nyata, menghemat waktu dan mengakomodir adanya informasi terbaru. Model ini dinilai lebih efektif dan efisien untuk mengurangi adanya duplikasi dan pengulangan dalam memasukan data. Merupakan metode pencatatan singkat dan berbeda dari dokumen pada umumnya.
Model dokumentasi CBE mempunyai beberapa elemen inti, yaitu: lembar alur, dokumentasi berdasarkan acuan standar praktik, protocol, dan arahan incidental, data dasar keperawatan, rencana perawatan berdasarkan diagnosis dan catatan perkembangan SOAP. Bagi pembaca yang ingin menerima informasi suplemen mengenai model dokumentasi CBE< dirujuk ke Burke and Murphy (1988, cit. Iyer and Champ, 2005).
2. Komponen
1. Lembar alur
Model dokumentasi CBE menggunakan beberapa jenis format termasuk lembar alur arahan dokter/perawat , catatan grafik, catatan penyuluhan dan catatan pemulangan pasien. Lembar alur keperawatan / arahan dokter bersifat unik. Bagian depan format digunakan untuk mendokumentasikan pengkajian fisik serta implementasi arahan dokter dan perawat. Pengkajian system badan yang spesifik dilakukan berdasarkan kondisi pasien dan protocol. Bagian belakang lembar alur menggarisbawahi unsur pengkajian fisik yang harus dilengkapi. Model CBE menggunakan serangkain symbol yang spesifik, antara lain:
√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil aneh yang ditemukan.
* tanda bintang : hasil aneh yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada adegan bawah lembar alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang bertanda bintang).
Lembar alur arahan dokter/ keperawatan juga digunakan untuk mendokumentasikan penyelesaian arahan dokter dan keperawatan yang tidak termasuk dalam standar praktik. Kolom yang berjudul “Nsg Dx” berisi diagnosis keperawatan yang berafiliasi dengan intervensi keperawatan tertentu. Daftar diagnosis keperawatan juga digunakan hamper sama dengan daftar masalah dalam POR SOAP. Singkatan DO dituliskan dalam kolom Nsg Dx jikalau arahan dokter didokumentasikan dalam lembara alur keperawatan / arahan dokter.
Contoh arahan keperawatan yang dimasukkan kedalam lembar alur yaitu “ bantu pasien berjalan dari daerah tidur kekursi dua kali sehari.” Penyelesaian arahan ini didokumentasikan menggunakan symbol yang sama pada pengkajian, yaitu:
√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil aneh yang ditemukan.
* tanda bintang : hasil aneh yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada adegan bawah lembar alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang bertanda bintang).
Selebihnya, lembar alur juga meliputi catatan penyuluhan pasien dan catatan pemulangan pasien. Catatan grafik berbeda alasannya yaitu terdapat ruang bagi perawat untuk memeriksa apakah standar praktik telah diikuti atau tidak.
2. Standar Praktik
Pada model dokumentasi CBE, standar praktik merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yang digunakan di area klinis. Kepatuhan terhadap standar praktik akan menghilangkan pendokumentasia intervensi keperawatan rutin, ibarat perawatan oral, membantu mengubah posisi, perawatan intravena, perawatan kateter foley, atau perawatan selang nasogastrik. Tanda centang (√) digunakan untuk mendokumentasikan kelengkapan standar, dan tanda bintang (*) pertanda bahwa tidak semua standar profesi sudah diikuti. Adanya penyimpangan harus dijelaskan dalam catatan perawat.
3. Protokol dan intruksi incidental
Dalam model dokumentasi CBE, protokol / pedoman praktik memperjelas intervensi keerawatan berkaitan dengan perjalanan klinis yang diharapkan dari populasi pasien tertentu, ibarat pasin preoperative, dan pascaoperatif. Protokol menguraikan intervensi keperawatan, pengobatan dan frekuensi pengkajian fisik.
Lembar alur keperawatan / interuksi dokter digunakan untuk mendokumentasikan implementasi protocol. Intruksi incidental digunakan jikalau intervensi keperawatan diharapkan untuk melanjutkan intervensi keperawatan khusus yang melewati batas waktu tenggang jikalau diharapkan intervensi keperawatan yang berjangka waktu.
4. Data dasar keperawatan
Data dasar keperawatan mempunyai adegan yang berisi riwayat kesehatan dan pengkajian fisik. Bagian pengkajian fisik menggunakan parameter normal sama dengan lembar alur keperawatan / arahan dokter. Hasil normal setiap system badan dicetak dikolom kiri bawah halaman. Jika hasil pengkajian fisik sitem badan normal, perawat harus membari tanda centang (√) pada kotak yang sesuai. Hasil yang abnormal dijelaskan pada sisi kanan halaman.
5. Rencana perawatan berdasarkan diagnosis keperawatan
Model dokumentasi CBE menggunakan rencana erawatan yang standar bersifat individu untuk setiap pasien. Rencana perawatan standar ini berfokus pada diagnosisi keperawatan yang spesifik dan mencakup factor yang berafiliasi atau factor resiko, karakteristik penjelas, data pengkajian yang mendukung munculnya diagnosis keperawatan, hasil yang diharapkan dan intervensi.
6. Catatan perkembangan SOAP
Catatan perkembangan didokumentasikan secara teratur dengan metode SOAP atau SOAPIE. Karena lembar alur keperawatan / arahan dokterdan lembar alur lainnya terdiri dari banyak dokumentasi, biasanya muncul dalam catatan perkembangan. Oleh alasannya yaitu itu penggunaan catatan SOAP dalam system CBE sangat terbatas pada situasi berikut ini (Burke and Murphy, 1988):
a. Ketika diagnosis keperawatan diientifikasi, diingatkan kembali dinonkatifkan atau diselesaikan.
b. Ketika hasil yang diharapkan dievaluasi.
c. Ketika ringkasan pemulangan dituliskan.
d. Ketika revisi besar terhdah rencana dituliskan.
Dalam metode dokumentasi CBE, bentuk narasi digunakan tersendiri untuk menggambarkan hasil pemeriksaan normal maupun adanya penemuan abnormal. Bentuk flowsheet bias digunakan untuk menuliskan hasil pengkajian rutin, sesuai jenis pengkajian yang dilakukan, misalnya : GI assessment, integumentary assessment. Pada kasus akut atau klien yang butuh perawatan cukup lama, model pendokumentasi CBE ini bias digunakan.
Data yang bisa didokumentasikan menggunakan model CBE ini antara lain: data dasar (riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik), intervensi (menggunakan bentuk flowsheet) , catatan bimbingan pada klien, catatan pulang (menggunakan format SOAPIER), daftar diagnosis keperawatan, diagnosis keperawatan disertai rencana keperawatan dan profil perawatan (menggunakan system KARDEX).
Contoh penggunaan model dokumentasi CBE, adalah:
1. Pengkajian penggunaan sistem respiratori jam 14.00:
Pernafasan normal rata-rata20kali permenit, bunyi nafas dikedua paru bersih, tidak batuk dan tidak ada sputum.
Warna kulit merah muda, kulit hangat dan kering, tidak ditemukan gangguan nafas
2. Penemuan signifikan:
3. Jam 10.00 ditemukan adanya ronchi lobus kanan bawah.
Sistem atau model dokumentasi CBE ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain:
1. Data terbaru tersedia disamping daerah tidur, siap diakses oleh pemberi perawatan yang berinteraksi dengan pasien.
2. Keberadaan embar alur menghilangkan kebutuhan akan lembar kerja atau kertas coretan lain untuk mencatatat informasi tantang pasien. Data segara dicatat dalam catatan permanen.
3. Panduan pada adegan belakang format menjadi acuan yang mudah didapat dan sangat berkhasiat bagi perawat.
4. Status pasien cenderung mudah dilihat dari lembar alur. Informasi pengakjian diatur berdasarkan sistem badan dan mudah dicari.
5. Hasil yang normal diidentifikasi dengan sempurna sehingga terdapat akad terhadap adanya pengkajian normal.
6. Bayak menghilangkan catatan naratif berulang ihwal perawatan rutin. Referensi ihwal standar praktik dapat menyingkirkan pencatatan naratif informatif.
7. Mudah didapatkan pada pendokumentasian alur klinis dan mengurangi waktu yang dipergunakan perawat untuk mencatat sebesar 67%.
Ada beberapa kerugian dan duduk perkara yang berkaitan dengan sistem atau model dokumenasi CBE ini, antara lain:
1. Duplikasi pencatatan terjadi pada model CBE, misalnya diagnosis keperawatan dalam daftar duduk perkara tertulis juga dalam rencana perawatan. Contoh lain adalah, hasil yang aneh atau signifikan dijabarkan dalam lembar alur perawat / dokter. Jika hasil aneh ini memerlukan intervensi, maka dalam catatn perkembangan SOAP juga harus ditulis kembali. Bagian data subjektif dan data objektif pada SOAP memuat lagi infomasi yang ditulis dalam lembar alur. Akhirnya pengkajian dan perencanaan SOAP bisa sama dengan rencana perawatan.
2. CBE dibuat disemua rumah sakit yang perawatnya yang terdaftar (Register Nurse, RN). Unsur pengkajian fisik perlu ditinjau berdasarkan lingkup praktik perawat yang telah mempunyai lisensi praktik (Licensed Practical Nurse, LPN). Beberapa rumah sakit yang menerapkan sistem CBE sedang tidak semua perawatnya RN, mengubah sisitem pembarian asuhan keperawatan sedemikian rupa dengan mengakomodasi tanggung jawab RN, untuk pengkajian. Meskipun LPN bisa ditugaskan untuk merawat pasien, RN harus menyelesaikan pengkajian fisik dalam 8 atau 24 jam sekali.
3. Implementasi lengkap memerlukan perubahan besar dalam system pendokumentasian organisasi alasannya yaitu memerlukan perubahan format pada aneka macam alat dokumentasi.
4. Memerlukan pendidikan khusus untuk bisa mengimplementasi system CBE. Perawat di St. Luke mengalami kesulitan untuk berguru mendokumentasikan hanya hasil yang aneh saja pada lembar alur keperawatan / arahan dokter dan kesultan mentaati standar praktik.
5. Sistem CBE berdampak pada duduk perkara penggantian biaya hingga system ini lebih luas diterima.
6. Dasar hukum CBE masih diperdebatkan. Meskipun pengacara St. Luke telah meninjau sistem CBE dan menyetujui adanya kepatuhan system terhadap prinsip-prinsip legal(hukum), namun hakim tetap akan memakai peraturan ihwal validitasi dokumentasi unuk setiap kasus. Pencatatan yang intermiten gagal member tanda ancaman secara continu yang membutuhkan intervensi dini dari dokter. CBE tidak mendefinisikan kasus dengan jelas, meskpun standar profesi telah menggambarkan dengan cukup terang untuk kelangsungan santunan perawatan. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam penerapan system CBE:
a. Standar untuk pengkajian keperatan dan intervensi harus didevinisikan dengan jelas
b. Kebijakan dan prosedur CBE harus diikuti secara jelas
c. Tidak ada system dokumenasi yang akan melindungi profesi kesehatan dari pengadilan yang buruk
E. Sistem Komputerisasi
Teknik pendokumentasian dengan komputerisasi yaitu system computer yang berperan dalam menyimpulkan, menyimpan proses, menunjukkan informasi yang diharapkan dalam kegiatan pelayanan kebidanan, penelitian dan pendidikan. Secara umum dokumentasi dengan system komputerisasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: meningkatkan pelayanan pada pasien, meningkatkan pengembangan protocol, meningkatkan penatalaksanaan data dan komunikasi dan meningkatkan proses edukasi dan konseling pada pasien.
Keuntungan dokumentasi dengan system komputerisasi secara spesifik, antara lain: akurasi lebih tinggi, menghemat biaya, meningkatkan kepuasan pasien, memperbaiki komunikasi antar bagian/anggota tim kesehatan, menambah kesempatan untuk belajar, meneliti dan jaminan kualitas, meningkatkan moral kinerja petugas. Beberapa kelemahan dokumentasi dengan system komputerisasi, adalah: malfunction, impersonal effect, privacy, informasi tidak akurat, kosa kata terbatas, penyimpanan materi cetakan dan biaya yang harus disediakan cukup besar untuk pengadaan beberapa unit computer.
Aplikasi system komputerisasi dalam system informasi dirumah sakit, meliputi seluruh kegiatan untuk mendokumentasikan eksistensi pasien semenjak pasien masuk rumah sakit hingga pulang, semenjak registrasi pasien, pengkajian data pasien, rencana pengobatan, rencana perawatan, rencana asuhan dan KIE, pengobatan dan pelaksanaan asuhan, laporan hasil pengobatan, penjabaran pasien dan catatan perkembangan pasien.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan system komputerisasi ini, antara lain: perencanaan perlunya system computer, pemilihan produk, pelatihan petugas pengguna, pemakaian system computer, keamanan data, legalitas data (perlunya tanda tangan dokter), kebutuhan perangkat dan evaluasi keuntungan sitem computer bagi pengguna, klien dan administrasi.
Pencatatan dengan system komputerisasi merupakan salah satu tren yang paling diminati dalam pendokumentasian asuhan keperawatan termasuk asuhan kebidanan. Banyak institusi membuat atau membeli system informasi komputerisasi yang menunjang praktik keperawatan/kebidanan. Berbagai kelompok dalam industry pelayanan kesehatan menggunakan istilah computer dengan aneka macam cara, salah satunya yaitu Catatan Pasien Berbasis Komputer (computer based patient records, CPR).
Penggunaan catatan pasien berbasis computer (CPR)
Pengguna CPR didorong oleh beberapa factor berikut ini:
1. Jumlah data mengenai kondisi kesehatan pasien sangat banyak, harus dikumpulkan, disimpan dan diorganisasikan dengan system yang lebih efisien daripada system berbasis kertas. Mencari data dalam catatan pasien merupakan hal yang sangat menghabiskan waktu. Semakin banyak catatan tersebut, semakin sulit untuk mencari informasi intinya.
2. Pencatatan informasi secara electronic dibuat sedemikian rupa dan tidak dapat dilakukan oleh system pencatatan berbasis kertas. Semua catatan yang berafiliasi dengan aspek khusus dalam perawatan dapat disusun dan dicetak. System pencatatan berbasis kertas tidak dapat diorganisasi ulang dengan cara tersebut dan juga tidak dapat digabungkan dengan catatan dari fasilitas atau institusi lain.
3. Penggunaan CPR dapat menjelma metode penyampaian informasi yang lebih efisien dari satu pemberi asuhan kesehatan ke pemberi asuhan kesehatan yang lain. Dalam metode pendokumentasian manual, pemeriksaan pasien dan pengumpulan data yang berulang-ulang dapat terjadi jikalau pasien pindah dari satu fasilitas ke fasilitas lain.
4. Penghematan biaya dan reformasi pelayanan kesehatan mengharuskan dilakukannya efisiensi manajemen data asuhan kesehatan termasuk asuhan kebidanan.
Prasyarat diberlakukannya CPR
Sedikitnya terdapat 5 kunciutama prasyarat CPR, termasuk hal-hal berikut ini yang diharapkan untuk menunjang CPR (Adrew, Dick, 1995a cit. Iyer and Champ, 2005):
1. Kamus data klinis. Diperlukan kamus data klinis yang substansial dan fleksibel, yang akan mendefinisikan semua unsure data untuk informasi klinis yang akan disimpan
2. Tempat penyimpanan data klinis. Harus terdapat daerah penyimpanan data klinis yang arsitekyurnya dirancang dengan baik, guna memenuhi kebutuhan semua anggota tim pemberi perawatan kesehatan. Permintaan informasi media mengenai pesien tertentu harus dipenuhi dalam beberapa detik.
3. Kemampuan input yang fleksibel. Harus tersedia perlengkapan yang sempurna (seperti mouse, keyboard, pengenal suara, touch screen, pen light).
4. Presentasi data yang ergonomis. Presentasi data harus sesuai dengan kebutuhan individu.
5. Dukungan system otomatis. System harus mengantisipasi dan mendukung proses klinis serta berfikir melalui system pendukung. Hal ini harus mencakup jalan masuk ke system ahli, data dasar pengetahuan, literature medis, umpan balik hasil, dan masukkan kualitas/biaya semua yang akan digunakan dalam pembuatan keputusan klinis.
Set data minimum dan elemen data kesehatan inti
Banyak hal yang perlu dilakukan sebelum penggunaan CPR meluas. Pembuatan kamus data klinis, yang sangat berkhasiat di banyak area, termasuk sector pemerintah dan swasta merupakan adegan dari set data minimum. Set data minimum didefinisikan sebagai ‘rangkaian minimum poin-poin informasi dengan definisi dan katagori yang sama, berkaitan dengan aspek atau dimensi tertentu dari system pelayanan kesehatan, berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan penting dari aneka macam pengguna’ (Mc. Cormick et al, 1997 cit. Iyer and Champ,2005)
Set data minimum yang paling banyak digunakan di Amerika dan Canada yaitu Uniform Hospital Discharge data set, Financial Uniform Minimum Data Set, dan Long Term Healt Care Minimum Data Set. Luasnya penggunaan set data tersebut mendorong dikeluarkannya mandate dari Healt Care Financing Aministration kepada Medicare dan Medicaid Healt Insurance Portability and Accountability Act 1996, yang mengharuskan pemakaian set data standar nasional untuk aneka macam transaksi layanan kesehatan administrative dan financial. Pemerintah setempat merekomendasikan sebagai unsure data untuk pasien yang dirawat dirumah, unit gawat darurat, dan unit rawat jalan (Mc Cornick et al,1997 cit.Iyer and Champ, 2005).
Pengenalan computer pada fasilitas pelayanan kesehatan
Jika CPR atau rekaman elektronik menampakan visi masa depan pelayanan kesehatan, maka pencacatan elektronik yaitu realita sekarang yang sudah ada difasilitas pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui evolusi rekaman elektronik, seorang harus melihat dulu proses pengenalan system komputerisasi di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada umumnya, penggunaan computer pertama kali oleh fasilitas pelayanan kesehatan yaitu untuk melacak penerimaan, pemulangan dan pemindahan pasien. Jenis aplikasi ini member informasi demografi pasien secara sederhana terkait juga dengan keadaan financial pasien. Pertengahan tahun 1980an produsen software mulai membuat software yang dapat digunakan untuk pendokumentasian asuhan keperawatan/kebidanan. Dua puluh tahun terakhir, semakin banyak produk dikeluarkan oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan industry pelayanan kesehatan.
Pembuatan system komputerisasi disebuah fasilitas pelayanan kesehatan murupakan sebuah tantangan alasannya yaitu harus bisa diterapkan bahu-membahu oleh masing-masing unit pelayanan. Jika software dan hardware yang dibeli suatu unit berbeda dengan unit yang lain di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini hanya akan menimbulkan frustasi dan keterbatasan pemakaian system. Untuk mengatasi permasalahan ini, umumnya perusahaan pembuat software akan menggunakan bahasa computer yang sama.
Awal pemakaian fungsi klinis system komputerisasi dirumah sakit, sekedar mengirimkan hasil pemeriksaan laboraturium atau hasil pemeriksaan lainnya ke unit perawatan pasien. Beberapa system kompeter memiliki kemampuan aktivasi sinyal, ibarat tanda kedipan pesan masuk pada layar monitor di unit perawatan. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan hasil tidak normal maka bisa segera diatasi.
Hambatan pengenalan system komputerisasi
Keperawatan dan kebidanan sering menjadi unit terakhir yang membeli dan menggunakan software. Beberapa hambatan untuk mengembangkan dan menggunakan system komputerisasi. Dalam pelayanan kebidanan/keperawatan antara lain:
1. Bagian manajemen merasa tidak yakin bahwa komputerisasi informasi kebidanan/keperawatan akan menunjukkan hasil nyata.
2. Bidan/perawat kurang memiliki kemampuan mengoperasikan system komputerisasi.
3. Unit pelayanan informasi computer kadang merasa terancam untuk mengembangkan informasi dengan unit lain dan khawatir kekuatannya akan hilang bila melibatkan orang lain dalam proses pengambilan keputusan.
4. Dahulu jadwal software hanya sedikit tersedia. Beberapa diantaranya dirancang untuk perawat atau bidan hebat computer yang tidak memiliki pengalaman keperawatan.
5. Banyak software yang dirancang untuk fungsi tunggal ibarat ketenagaan dan penjadwalan, rencana perawatan/klasifikasi pasien.
6. Kurangnya keseragaman bahasa keperawatan/kebidanan menghambat perkembangan dan penggunaan system informasi computer
7. Rasa takut termasuk anggapan bahwa komputerisasi terlalu sulit, bahwa teknologi tersebut akan menggantikan bidan/perawat,bahwa computer akan eksklusif mengarahkan dan mendikte asuhan dan bahwa kerahasiaan pasien akan dilanggar.
8. Komputerisasi sangat mahal.hardware,software,pendidikan staf dan computer suplemen menunjang kontribusi staf untuk mengembangkan system komputerisasi.
Keuntungan dan kerugian dokumentasi terkomputerisasi
Beberapa keuntungan dari dokumentasi terkomputerisasi secara umum yaitu sbb:
1. Catatan dapat di baca
2. Catatan yang siap tersedia
3. Produktivitas bidan/perawat membaik
4. Mengurangi kerusakan catatan
5. Menunjang penggunaan proses asuhan kebidanan/keperawatan
6. Mengurangi dokumentasi yang berlebihan
7. Saran, pengingat dan peringatan klinis
8. Catatan keperawatan/kebidanan lebih terorganisasi
9. Laporan tercetak secara otomatis
10. Dokumentasi sesuai standar profesi
11. Peningkatan rekrutment dan retensi tenaga
12. Peningkatan pengetahuan ihwal hasil
13. Ketersediaan data
14. Pencegahan kesalahan santunan obat
15. Mempermudah penetapan biaya
16. Mencetak arahan pemulangan
Meskipun keuntungan menggunakan lebih banyak daripada kerugiannya, dibeberapa daerah terdapat duduk perkara berkaitan dengan pemakaian computer untuk dokumentasi. Beberapa permasalahan dari dokumentasi terkomputerisasi yaitu sbb:
1. Keuntungan pencatatan dengan kertas. Pencatatan kertas sudah dikenal, mudah dibawa dan dapat dibawa ke ruang perawatan pasien, tidak terjadi downtime, fleksibilitas dalam pencatatan data, memudahkan pencatatan data subjektif dan naratif, dapat dicari dan diperiksa dengan cepat.
2. Masalah keamanan dan kerahasiaan informasi pasien. Perlunya menjaga privasi, kerahasiaan dan keamanan catatan medis pasien yang terkomputerisasi.
Rekomendasi pemilihan system komputerisasi
Perubahan yang cepat di bidang pelayanan kesehatan, mengubah beberapa peraturan lama pemilihan system informasi computer. Menurut Pasternack (1998, cit. lyer and champ, 2005), perubahan peraturan tersebut adalah:
1. Peraturan lama: cari daftar client yang besar ; peraturan baru: besar bukan berate lebih baik.
2. Peraturan lama: membeli software dalam jumlah besar ; peraturan baru: beli software hanya yang diharapkan saja.
3. Peraturan lama: cari sesuatu yang gres dan popular ; peraturan baru: sesuatu yang sedang populer tidak berarti akan populer selamanya.
4. Peraturan lama: beli yang terbaik, gres kemudian diintegrasikan ; peraturan baru: tetap bersama beberapa produsen.
5. Peraturan lama: beli yang tersedia dan biarkan produsen mengurusnya ; peraturan baru: cari produsen yang akan mengembangkan risiko dan keuntungan.
6. Peraturan lama: membeli software yang mahal sebanding dengan fungsi yang tinggi ; peraturan baru: membeli berdasarkan nilai barang.