Iklan Infeed Image Above

MANAJEMEN AKTIF KALA III (TIGA)



Defenisi Manajemen Aktif Kala Tiga 
Manajemen Aktif Kala Tiga yaitu mengupayakan kontraksi yang adekuat dari uterus dan mempersingkat waktu kala tiga, mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan angka kejadian retensio plasenta.

Cara penatalaksanaan kala persalinanan plasenta dapat menyebabkan variasi jumlah perdarahan yang dialami ibu. Percobaan kala tiga Bristol di Ingris, yang umumnya menunjukkan obat oksitosin pada ibu setelah bayi gres lahir (untuk memastikan distosia pundak tidak terjadi), menunjukkan bahwa lebih sedikit darah yang hilang pada penatalaksanaan aktif kala tiga persalinan dibandingkan pada penatalaksanaan fisiologis kala tiga. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga yaitu perlindungan oksitosin segera setelah perlahiran bayi, dan menggunakan traksi tali sentra terkendali untuk pelahiran plasenta. Penelitian selanjutnya menginformasikan kehilangan darah yang jauh lebih sedikit pada penatalaksanaan aktif kala tiga, bahkan pada populasi yang beresiko rendah mengalami perdarahan post-partum. Bidan harus yakin bahwa hanya ada satu bayi yang akan dilahirkan sebelum menunjukkan oksitosin setelah pelahiran (Varney, 2008). 

Penatalaksanaan Aktif Kala tiga merupakan kebijakan yang mengharuskan dilakukannya perlindungan uterotonik profilaktik sebagai tindakan pencegahan untuk menurunkan risiko perdarahan postpartum tanpa memedulikan status resiko obstetrik ibu. Kebijakan penatalaksanaan aktif kala tiga biasanya meliputi perlindungan rutin agens uterotonik, baik secara intravena, intramuscular maupun secara oral. Pemberian ini dilakukan bersamaan dengan pengkleman tali sentra segera setelah kelahiran bayi dan pelahiran plasenta dengan menggunakan traksi tali sentra terkontrol. Jika setelah dikaji ternyata ibu juga beresiko tinggi mengalami perdarahan postpartum (misalnya, kelahiran kembar, grand multipara), infus profillaktik dosis uteronika yang lebih besar yang dilarutkan dalam cairan intravena dapat diberikan selama beberapa jam setelah kelahiran. Hal ini juga dianggap sebagai adegan dari kebijakan penatalaksanaan aktif. Penatalaksanaan aktif kala tiga merupakan kebijakan penatalaksanaan persalinan kala tiga yang paling banyak dilakukan di dunia (Myles, 2011, hal. 499). 

Pemijatan uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan oleh banyak orang untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin, ergonovin, dan multilergenovin digunakan digunakan secara luas pada persalinan normal kala III, tetapi waktu perlindungan berbeda pada banyak sekali institusi. Oksitosin yang diberikan sebelum pelahiran plasenta akan mengurangi perdarahan. Namun, bila obat ini diberikan sebelum pelahiran plasenta, dapat memerangkap neonatus kembar yang kedua, yang belum terlahir dan yang tidak terdiagnosis (Williams, 2013, hal. 417). 

Manajemen Aktif Kala Tiga telah dianggap sebagai cara menurunkan hemoragi postpartum pada ibu dengan faktor resiko peningkatan kehilangan darah dan administrasi ini telah didukung oleh World Health Organization sebagai suatu cara menurunkan perdarahan postpartum ketika ada keterbatasan terusan menerima produk darah atau sumber lain. Manajemen aktif meliputi penggunaan oksitosin atau ergotamin baik pada kelahiran pundak anterior bayi atau segera setelah kelahiran bayi, pengkleman awal tali pusat, dan penarikan terkontrol terhadap tali sentra untuk memudahkan kelahiran plasenta. Dalam hal penatalaksanaan kala tiga, tumpuan hal tersebut pada situasi ketika ibu meminta secara spesifik biar obat uteronika tidak diberikan dalam asuhan kala tiganya. Dalam hal ini, bidan harus menjelaskan banyak sekali situasi yang memungkinkan keputusan tersebut harus dibalik. Jika obat uteronika tidak digunakan, impian ibu tersebut harus dicatat dalam catatan klien pada masa antenatal (Myles, 2011, hal. 499). 

Tujuan Manajemen Aktif Kala Tiga 
Manajemen Aktif Kala Tiga bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat memperpendek waktu kala Tiga persalinan dan mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. 
Hati – hati : 
  1. Dugaan kehamilan ganda 
  2. Riwayat retensi plasenta 
  3. Inversi Uteri ( Yanti, 2010) 
Tujuan administrasi aktif kala Tiga yaitu untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu keluarnya plasenta, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan bila dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis (Sondakh, 2013, hal .136). 

Keuntungan Manajemen aktif kala Tiga 
  1. Mengurangi kejadian perdarahan postpartum 
  2. Mengurangi lamanya kala tiga 
  3. Mengurangi penggunaan tranfusi darah 
  4. Mengurangi penggunaan terapi oksitosin (Sulistyawati, 2010, hal.160). 
Selama dekade terakhir, penilitian klinis telah menunjukkan bahwa administrasi aktif kala Tiga dapat menurunkan kejadian perdarahan postpartum, memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk kelahiran plasenta, mengurangi kemungkinan, terjadinya retensio plasenta dan mengurangi penggunaan transfusi darah dan terapi oksitosin. Berdasarkan penelitian ini, WHO telah merekomendasikan biar semua dokter dan bidan melakukan administrasi aktif kala Tiga. Hal ini membedakan dari asuhan kebidanan kala tiga hanya satu cara : perlindungan oksitosin segera setelah bayi gres lahir untuk merangsang kontraksi uterus dan mempercepat pelepasan plasenta. Dalam semua hal lainnya, langkah-langkah administrasi aktif yaitu sama dengan langkah – langkah yang selam ini ditempuh oleh para bidan. 

Keuntungan administrasi aktif kala tiga, antara lain : 
  1. Lama kala III lebih singkat 
  2. Jumlah perdarahan berkurang sehingga dapat mencegah perdarahan postpartum. 
  3. Menurunkan kejadian retensio plasenta (Djami, 2013, hal .257).
Uteronika 
  1. Ergometrin 0,25 mg intravena.  Obat ini bekerja dalam 45 detik, oleh alasannya itu, sangat memiliki kegunaan dalam mempertahankan kontraksi cepat bila jika kerja uterus hipotonik menjadikan perdarahan. Jika dokter tidak ada dalam situasi darurat tersebut, bidan dapat menunjukkan injeksi.
  2. Kombinasi ergometrin dan oksitosin (merek yang paling banyak digunakan yaitu Syntometrine). Prepaparat yang umumnya diberikan yaitu 1 ml Syntometrine, yang mengandung oksitosin 5 International Units (UI) dan 0,5 mg ergometrin maleat, keduanya termasuk dalam kelompok obat yang dikenal sebagai oksitosin yang menyebabkan kontraksi uterus. Rute perlindungan terpilih yaitu secara intarmuskular, dan lokasi perlindungan yaitu adegan lateral paha yang mudah dijangkau. Komponen syntocinon dari syntometrine bekerja dalam waktu 2 hingga 3 menit dan bertahan hanya selama 5 hingga 15 menit, sementara ergometrin membutuhkan waktu 6 hingga 7 menit untuk bekerja tetapi dapat bertahan hingga 2 jam (Hall, 2013, hal. 138). Kerja gabungan ini menghasilkan kontraksi uterus yang cepat, berpengaruh dan tahan lama hingga beberapa jam. Obat ini biasanya diberikan pada ketika bayi lahir, sehingga menstimulasi kerja uterus yang baik pada awal kala tiga (Myles, 2011, hal. 500). Ergometrin dapat menjadikan efek samping yang tidak diinginkan ibarat mual, muntah, sakit kepala, dan meningkatnya tekanan darah, bila penggunaan Ergometrin dikontraindikasikan, Ergometrin 0,5 mg tidak boleh diberikan lebih dari dua dosis alasannya dapat menyebabkan sakit kepala, mual, dan peningkatan tekanan darah, contohnya bila sang ibu menderita hipertensi, maka yang diberikan yaitu oksitosin. Jika oksitosin intravena dibutuhkan, dosis sebesar 5 IU harus diberikan secara perlahan oleh praktisi yang berpengalaman(Hall, 2013, hal. 139). Browning (1974, dalam Williams, 2013, hal .418) memaparkan efek samping yang serius akhir perlindungan 0,5 mg ergomertin secara intramuscular pada empat perempuan pascapersalinan. Dua perempuan tersebut mengalami hipertensi berat, perempuan ketiga mengalami hipertensi dan kejang dan yang ke empat mengalami henti jantung. Kami juga telah melihat kejadian vasokontriksi berat dari dua zat tersebut kandungan yang diberikan secara intravena, yaitu semua denyut perifer hilang, dan diharapkan natrium nitroprusida untuk memulihkan perfusi. Sayangnya, ibu tetap mengalami cedera iskemik hipoksik serebri. 
  3. Oksitosin (merek yang paling banyak digunakan yaitu Syntocinon) Oksitosin yaitu bentuk sintesis oksitosin alami yang diproduksi dalam pituitary posterior, dan aman digunakan dalam konteks yang lebih luas dibandingkan kombinasi agens ergometrin. Obat ini dapat diberikan, baik secara injeksi intravena maupun intra muscular. Namun demikian, perlindungan oksitosin melalui bolus intravena dapat menyebabkan hipotensi yang berat dan fatal, terutama bila terdapat perburukan kardiovaskular. (Myles, 2011, hal. 500). Penggunaan 10 IU Syntocinin melalui injeksi intramuscular, suatu kejadian yang sistematik yang memeriksa kegunaan oksitosin sebagai profilaktik selama persalinan kala tiga menyimpulkan bahwa oksitosin bermanfaat dalam pencegahan perdarahan postpartum. Hanya ada sedikit bukti yang mendukung penggunaan ergometrin secara tersendiri versus Syntocinon atau produk gabungan untuk mencegah perdarahan postpartum lebih dari 1000 ml dan para peneliti merekomendasi penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi penggunaan obat-obatan tersebut. Kajian selanjutnya menemukan sedikit penurun PPH sebesar 500 ml pada penggunaan kombinasi ergometrin Syntocinon, tetapi tidak ditemukan perbedaan antara kelompok yang kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Para peneliti menyimpulkan efek yang tidak diinginkan ibarat mual, muntah dan meningkatkannya tekanan darah diastolic harus dipertimbangkan terhadap berkurangnya kehilangan darah (Hall, 2013, hal . 139). 
  4. Prostaglandin. Penggunaan Prostaglandin untuk penatalaksanaan kala tiga hingga ketika ini lebih sering berkaitan dengan pengobatan perdarahan pascapartum daripada profilaksis. Hal ini kemungkinan terjadi akhir lebih mahalnya obat ini dibandingkan dengan uteronika yang telas dibahas sebelumnya. Agens prostaglandin juga berkaitan dengan efek samping diare dan komplikasi kardiovaskular menigkatnya isi sekuncup dan frekuensi jantung. Pemberian prostaglandin paling efektif bila diberikan secara intramular (injeksi secara eksklusif ke dalam dinding uterus). Misoprostol oral juga telah digunakan sebagai obat dalam penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga. Suatu uji coba terkendali secara acak membandingkan misoprostol oral dengan oksitosin intramuscular setelah pelahiran, dan tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok yang diteliti dalam perdarahan pascapersalinan, durasi kala tiga, banyak wanita yang menggigil dalam kelompok misoprostol dan penelitian lain menemukan bahwa misoprostol dapat menyebabkan diare pascapersalinan (Hall, 2013, hal. 139).  

Histats