Iklan Infeed Image Above

METODE MAKE A MATCH

METODE MAKE A MATCH
1. PENGERTIAN
Pembelajaran terpusat pada guru hingga ketika ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada ketika berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya perihal konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan problem yang diberikan. Mereka cenderung berguru sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan tanggapan atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Ternyata suatu penelitian telah menunjukan setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil berguru siwa tenyata dengan pendekatan menyerupai itu hasil berguru siswa dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian nilai simpulan siswa .

Rendahnya pencapaian nilai simpulan siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan belum efektif. Nilai simpulan dari evaluasi berguru belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa .

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya .Atas dasar itulah mencoba dikembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a match.

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa insan yakni mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan relasi sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30)

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali gres bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jikalau memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

2. PRINSIP ATAU CIRI-CIRI
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini yakni siswa mencari pasangan sambil berguru mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu episode kartu soal dan episode lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa menerima sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu yang bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara” .
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan menerima hukuman, yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi biar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Guru bantu-membantu dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada ketika siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif menyerupai yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.”

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Pembelajaran kooperatif metode make a match menawarkan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut:
1. Mampu menciptakan suasana berguru aktif dan menyenangkan
2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3. Mampu meningkatkan hasil berguru siswa mencapai taraf ketuntasan berguru secara klasikal 87,50% .
4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move)
5. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.


Tak ada gading yang tak retak , begitu pula pada metode ini. Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melaksanakan kegiatan
2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan hingga siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3. Guru perlu persiapan materi dan alat yang memadai.
4. Pada kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jikalau kurang bijaksana maka yang muncul yakni suasana menyerupai pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan berguru kelas di kiri kanannya. Apalagi jikalau gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pada acara berguru mengajar penggunaan metode make a match, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara tanggapan dan soal. Dengan metode pencarian kartu pasangan ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana dan terang secara bersama-sama.

Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada ketika siswa mencari pasangan kartunya masing-masing.

Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga pada hasilnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang besar lengan berkuasa erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan seni administrasi pembelajaran tertentu, dan motivasi berguru dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi banyak sekali tantangan, akan tumbuh acara kreatif.” Selanjutnya, penerapan metode make a match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa serta bisa menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa; membuatkan keingintahunan dan imajinasi; memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang menyenangkan; membuatkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar; karakteristik mata pelajaran. 

Histats