Iklan Infeed Image Above

SOLUSIO PLASENTA LENGKAP


SOLUSIO PLASENTA

A.    Definisi
1)            Solusio plasenta yaitu terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 ahad dan sebelum janin lahir.(9) .
2)            Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.(1)
3)            Solusio plasenta yaitu terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 ahad atau berat janin di atas 500 gram (2)

B.     Klasifikasi
Solusio Plasenta
solusio plasenta
a.  Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (2)
1.            Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2.            Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3.        Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b.      Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan  (4)
1.      Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter
3.   Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu: (5,6)
1. Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup,pelepasan plasenta <1/6 adegan permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%
2.     Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 adegan permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3.    Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 adegan atau keseluruhan.



C.     Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1.      Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.(7,8)
2.      Faktor trauma
§  Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
§  Tarikan pada tali sentra yang pendek akhir pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan dukungan persalinan
§  Trauma langsung, ibarat jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3.      Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menandakan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (7,8)
4.      Faktor usia ibu
Makin bau tanah umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. (2)
5.      Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas adegan yang mengandung leiomioma (1,7)
6.      Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain menimbulkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif
7.      Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta hingga dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa keganjilan pada mikrosirkulasinya
8.      Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta yaitu bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
9.      Pengaruh lain, ibarat anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain. (8)



D.    Gambaran Klinis (1,2,3)
1.      Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.
2.      Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4  bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan ibarat solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan bergotong-royong mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jikalau masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, suara jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
3.      Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang ibarat papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal



E.     Komplikasi
a.       Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak berpengaruh untuk menghentikan perdarahan pada kala III . Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (1,10,17)
b.      Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. (1,2)
c.       Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. (2)
d.      Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium adakala juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus menjelma biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:  
Fetal distress, Gangguan pertumbuhan/perkembangan, Hipoksia, anemia, Kematian



F.      Diagnosis  (5)
1.      Anamnesis
@ Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
@ Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat jago dan sekonyong-konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman
@ Pergerakan anak mulai jago kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
@ Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
@ Kadang ibu dapat menceritakan syok dan faktor kausal yang lain.
2.      Inspeksi
@   Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
@   Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
@   Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3.      Palpasi
@ Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
@ Uterus tegang dan keras ibarat papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
@ Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
@ Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4.      Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan alhasil hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
5.      Pemeriksaan dalam
F   Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
F   Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
F   Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta
6.      Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
7.      Pemeriksaan laboratorium
§  Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
§  Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia
8.      Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di adegan plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9.      Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat tempat terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta

G.    Terapi
1)      Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 ahad dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. (2)
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG tempat solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
2)      Solusio plasenta sedang dan berat (2)
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta terang ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jikalau perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melaksanakan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diperlukan terjadi dalam 6 jam semenjak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jikalau tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melaksanakan persalinan yaitu seksio sesaria
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jikalau perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.






DAFTAR PUSTAKA
1)           Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2)           Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
3)          Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
4)          Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
5)           Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC
6)           Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
7)    Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
8)            Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997; 109-26.


Histats