Iklan Infeed Image Above

Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas


Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas


1.      Pengertian
Pembelajaran berbasis proyek atau peran yakni metode berguru yang menggunakan problem sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan gres berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan berguru siswa didesain semoga siswa dapat melaksanakan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan peran bermakna lainnyaPendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mampu berdiri diatas kaki sendiri dalam mengkostruksikannya dalam produk faktual (Buck Institue for Eduction, 2001).
Dalam pem bel aliran berbasis proyek, siswa diberikan tu­gas atau pro yek yang kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian di be rikan dukungan secukupnya semoga mereka dapat menyelesaikan tugas. Di sam ping itu, penerapan taktik pembel aliran berbasis proyek/ peran ini mendo rong tumbuhnya kompetensi nurturant menyerupai kreativitas, ke mandirian, tanggung jawab, keper cayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis.

Dari banyak sekali karakteristiknya, Pembelajaran Berbasis Proyek didukung teori-teori berguru konstruktivistik.Konstruktivisme yakni teori berguru yang mendapat dukungan luas yang bersandar pada inspirasi bahwa akseptor didik membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri.
Dalam konteks pembaruan di bidang teknologi pembelajaran, Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dipandang sebagai pendekatan penciptaan lingkungan berguru yang dapat mendorong pebelajar mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek dibangun berdasarkan ide-ide pebelajar sebagai bentuk alternatif pemecahan problem riil tertentu, dan pebelajar mengalami proses berguru pemecahan problem itu secara langsung.
Menurut banyak literatur, konstruktivisme yakni teori berguru yang bersandar pada inspirasi bahwa pebelajar mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri di dalam konteks pengalaman mereka sendiri (Murphy, 1997; Brook & Brook, 1993, 1999; Driver & Leach, 1993; Fraser, 1995). Pembelajaran konstruktivistik berfokus pada kegiatan aktif pebelajar dalam memperoleh pengalaman eksklusif (“doing”), ketimbang pasif “menerima” pengetahuan. Dari perspektif konstruktivis, berguru bukanlah murni fenomena stimulus-respon sebagaimana dikonsepsikan para behavioris, akan tetapi berguru yakni proses yang memerlukan pengaturan diri sendiri (self-regulation) dan pembangunan struktur konseptual melalui refleksi dan abstraksi (von Glaserfeld, dalam Murphy, 1997). Kegiatan faktual yang dilakukan dalam proyek menunjukkan pengalaman berguru yang dapat membantu refleksi dan mendekatkan kekerabatan acara dunia faktual dengan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang dibutuhkan akan dapat berkembang lebih luas dan lebih mendalam (Barron, Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford, & The Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1998).
Hal ini menunjukkan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek, yang mendasarkan pada acara dunia nyata, berpotensi memperluas dan memperdalam pengetahuan konseptual dan prosedural (Gagne, 1985), yang pada khasanah lain disebut juga knowing that dan knowing how (Wilson, 1995). Knowing ‘that’ and ‘how’ is not sufficient without the disposition to ‘do’ (Kerka, 1997). Perluasan dan pendalaman pemahaman pengetahuan tersebut dapat diamati dengan mengukur peningkatan kecakapan akademiknya.
Peranan guru yang utama yakni mengendalikan ide-ide dan interpretasi siswa dalam belajar, dan menunjukkan alternatif-alternatif melalui aplikasi, bukti-bukti, dan argumen-argumen.


2.      Katakteristik pembelajaran berbasis proyek / tugas
Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk menunjukkan pengalaman berguru yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998). Sedangkan menurut Buck Institute For Education (1999)dalam Made (2000, 145) berguru berbasis proyek memiliki karakteristik yaitu  :
a.       Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja
b.      Terdapat problem yang pemecahannya  tidak ditentukan sebelumnya
c.       Siswa merancang proses untuk mencapai hasil
d.      Siswa bertanggunga jawab untuk mendapatkan dan mengelola info yang dikumpulkan
e.       Siswa melaksanakan evaluasi secara kontinu
f.       Siswa secara teratur melihat kembali apa yang meraka kerjakan
g.      Hasil tamat berupa produk dan di evaluasi kualitasnya
h.      Kelas memiliki atmosfir yang menunjukkan toleransi kesalahan dan perubahan.


3.      Ciri – ciri dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas
Ada lima criteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk pembelajaran berbasis proyek , lima criteria itu yaitu :
a.       Keterpusatan ( centrality)
Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek yakni pusat atau inti kurikulum, bukan tambahan kurikulum ,didalam pembelajaran proyek yakni taktik pembelajaran, pelajaran mengalami dan berguru konsep – konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat taktik pembelajaran, dimana siswa berguru konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karna itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari , melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran dikelas.

b.      Berfokus pada pertanyaan atau masalah
Proyek dalam PBL yakni berfokus pada pertanyaan atau problem , yang mendorong pelajar menjalani (dalam kerja keras ) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin.
c.       Investigasi konstruktif atau desain
Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupadesain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, deskoveri akan tetapi aktifitas inti dari proyek ini harus meliputi transformasi dan kontruksi pengetahuan
d.      Bersifat otonomi pembelajaran
Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab pelajaran terhadap proyek
e.       Bersifat realisme
Pembelajaran berebasis proyek melibatkan tantangan kehidupan faktual , berfokus pada pertanyaanatau problem autentik bukan simulative dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya.

4.      Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek atau tugas
Berdasarkan kegiatan pengajar dan pelajar dalam pendekatan PBL, maka PBL yang akan dibuat di dalam lingkungan web terbagi dalam tiga tahapan yakni persiapan, pembelajaran dan evaluasi, tetapi dari tiga tahapan tersebut dapat dideskripsikan menjadi enam tahapan sebagai berikut
a.       Persiapan
Pengajar merancang desain atau membuat kerangka proyek yang bermanfaat dalam menyediakan info yang dibutuhkan oleh pelajar dalam membuatkan pemikiran terhadap proyek tersebut sesuai dengan kerangka yang ada, dan menyediakan sumber yang dapat membantu pengerjaannya. Hal ini akan mendukung keberhasilan pelajar dalam menyelesaikan suatu proyek dan cukup membantu dalam menjawab pertanyaan, beraktifitas dan berkarya. Kerangka menjadi sesuatu yang penting untuk dibaca dan digunakan oleh pelajar. Oleh karenanya, pengajar harus melaksanakan perannya dengan baik dalam menganalisa dan mengintegrasikan kurikulum, mengumpulkan pertanyaan, mencari web site atau sumber yang dapat membantu pelajar dalam menyelesaikan proyek, dan menyimpannya di dalam web.
b.      Penugasan/menentukan topik.
Sesuai dengan peran proyek yang diberikan oleh pengajar maupun pilihan sendiri, pelajar akan memperoleh dan membaca kerangka proyek, lalu berupaya mencari sumber yang dapat membantu. Dengan berdasar pada acuan alamat web yang berisi materi relevan, pelajar dengan cepat dan eksklusif mendapatkan materi yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan proyek. Lalu pelajar berupaya berpikir dengan kemampuannya berdasar pada pengalaman yang dimiliki, membuat pemetaan topik, dan membuatkan gagasannya dalam menentukan sub topik suatu proyek.

c.       Merencanakan kegiatan.
Pelajar bekerja dalam proyek individual, kelompok dalam satu kelas atau antar kelas. Pelajar menentukan kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai dengan sub topiknya, merencanakan waktu pengerjaan dari semua sub topik dan menyimpannya di dalam web. Jika bekerja dalam kelompok, tiap anggota harus mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggungjawab. Sedangkan pengajar berkewajiban memberikan isi dari rencana proyeknya kepada orang tua, sehingga orang bau tanah dapat ikut serta membantu dan mendukung anaknya dalam menyelesaikan proyek.
d.      Investigasi dan penyajian.
Investigasi disini termasuk kegiatan : menanyakan pada ahlinya melalui e-mail, memeriksa web site, dan saling tukar pengalaman dan pengetahuan serta melaksanakan survei melalui web. Dalam perkembangannya, terkadang berisi observasi, eksperimen, dan field trips. Diskusi dapat dilakukan secara sinkron dan asinkron melalui chating. Lalu penyajian hasil dapat berupa gambar, tulisan, diagram matematika, pemetaan dan lain-lain. Secara rutin, orang bau tanah dan pengajar berkomunikasi untuk memantau kegiatan dan prestasi yang dicapai oleh pelajar.
e.       Finishing.
Pelajar membuat laporan, presentasi, halaman web, gambar, dan lain-lain. Sebagai hasil dari kegiatannya. Lalu pengajar dan pelajar membuat catatan terhadap proyek untuk pengembangan selanjutnya. Peserta mendapatkan feedback atas apa yang dibuatnya dari kelompok, teman, dan pengajar. Fasilitas feedback online disajikan untuk memungkinkan setiap individu secara eksklusif berkomentar dan menunjukkan kontribusi, dan semoga dilihat dan bermanfaat bagi orang lain.
f.       Monitoring/Evaluasi.
Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap pelajar berdasar pada partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan proyek.
5.      Kesimpulan
Pembelajaran berbasis proyek / peran yakni sebuah metode penyajian materi pembelajaran yang diberikan oleh guru kepada akseptor didik berupa seperangkat peran yang harus dikerjakan akseptor didik, baik secara individual maupun secara kelompok.
Penggunaan metode yang sempurna akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran dan menunjukkan kesempatan akseptor didik melaksanakan sendiri kegiatan berguru yang ditugaskan. empat prinsip berikut ini akan membantu siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mampu berdiri diatas kaki sendiri yang efektif.
a.       Membuat peran bermakna, jelas, dan menantang
Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada dikala mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah yakni menjaga siswa tetap terlibat. Pada dikala bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya apabila tugas-tugas itu rutin.
Kebanyakan guru oke bahwa peran pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mampu berdiri diatas kaki sendiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan sempurna apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada dalam peran selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah apabila mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar bermakna.
Linda Anderson (1985) pertanda bahwa guru jarang menaruh perhatian pada tujuan pekerjaan kelas atau strategi-strategi berguru yang telibat. Sebaliknya, guru menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai teladan guru dpat menghabiskan waktu banyak menjelaskan kepad siswa di mana menulis nama di kertas atau bagaimana menyusun jawaban-jawabannya. Sementar petunjuk-petunjuk ihwal “apa yang dilakukan” yakni penting guru tidak menyertakan penjelasan ihwal “mengapa” sesuatu harus dikerjakan dan proses-proses pembelajaran yang terlibat. Sebelum menunjukkan suatu tugas, guru hendaknya mempertimbangkan cirri penting itu secara seksama dan kemudian menyediakan waktu cukupuntuk menjelaskan cirri penting itu kepada siswa.
b.      Menganekaragamkan Tugas-tugas
Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah daya tarik peran pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka kalau tugas-tugas lebih bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif mengubah panjang dan cara peran yang diberikan di samping hakikat peran beljar dan strategi-strategi kognitif yang telibat. Membaca di dalam hati, laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan multimedia menawarkn banyak sekali macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri. Pilihan kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat jenis peran yang sama dari hari ke hari.

c.       Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan
Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan suatu materi baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Apabila siswa dibutuhkan untuk bekerja secara mandiri, peran tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan guru terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas menyerupai sebagai pekerjaan yang tidak menantang. Pada umumnya peran yang baik perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan peran tersebut atas jerih payah sendiri.

d.      Memonitor Kemajuan Siswa
Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan untuk mengetahui apakah siswa memahami peran mereka dan proses-proses kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan pekerjaan siswa dan mengembalikan peran dengan umpan balik. Pad dikala beberfapa siswa diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan siswa lain.a dianjurkan semoga guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami peran tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok-kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Meskipun mengoreksi peran menghabiskan waktu, hendaknya guru mengoreksi pekerjaan yang dibuat siswa dan mengembalikan kepda mereka dengan umpan balik.
Kompetensi yang dikembangkan selain kompetensi disiplin ilmu (discipline-based competencies) dan kompetensi interpersonal (interpersonal competencies ) dan kompetensi intrapersonal ( intrapersonal competencies) dalam diri siswa. Kompetensi disiplin ilmu berkaitan dengan pemahaman konsep, prinsip dan teori dari disiplin ilmu. Kompetensi interpersonal mencakup kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, berperilaku sopan dan baik, menangani konflik, bekerjasama, membantu orang lain, dan menjalin kekerabatan dengan orang lain dan masyarakat. Kompetensi intrapersonal mencakup apresiasi terhadap keragaman, melaksanakan refleksi diri, disiplin, beretos kerja tinggi, membiasakan diri hidup sehat, mengendalikan emosi, tekun, mandiri, dan mempunyai motivasi.
 Kompetensi yang telah diidentifikasi dari pebelajar ini merupakan kompetensi yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan kompetensi yang amat penting di daerah kerja. Karena hakikat kerja proyek yakni kolaboratif, maka pengembangan kompetensi tersebut berlangsung di antara pebelajar. Di dalam kerja kelompok suatu proyek, kekuatan individu dan cara berguru yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.

6.      Keuntungan dan kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek atau tugas
è Keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek yakni sebagai berikut:
a.       Meningkatkan motivasi.
Laporan-laporan tertulis ihwal proyek itu banyak yang mengatakan bahwa siswa suka tekun hingga kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa berguru dalam proyek lebih fun daripada komponen kurikulum yang lain.
b.      Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan problem dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan berguru berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
c.       Meningkatkan kolaborasi.
Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa membuatkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran info online yakni aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang gres dan konstruktivistik menegaskan bahwa berguru yakni fenomena sosial, dan bahwa siswa akan berguru lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davidov, 1995).
d.      Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.
Bagian dari menjadi siswa yang independen yakni bertanggungjawab untuk menyelesaikan peran yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik menunjukkan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain menyerupai perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
e.       Increased resource – management skills
Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik menberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam pengorganisasian proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperi perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
è Kelemahan dari pembelajaran ini yaitu :
a.       Kebanyakan permasalahan “dunia nyata” yang tidak terpisahkan dengan problem kedisiplinan , untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan menfasilitasi akseptor didik dalam menghadapi problem .
b.      Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan masalah.
c.       Memerlukan biaya yang cukup banyak
d.      Banyak peralatan yang harus disediakan
Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek seorang akseptor didik dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi akseptor didik dalam menghadapi problem , membatasi waktu akseptor didik dalam menyelesaikan proyek, meminimaliskan dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat dilingkungan sekitar , memilih lokasi penelitian yang terjangkau yang tidak membutuhkan banyak  biaya dan waktu.

Histats