Iklan Infeed Image Above

MOLA HIDATIDOSA


MOLA HIDATIDOSA


definisi MOLA HIDATIDOSA
Mola Hidatidosa

 

1.      Definisi

Mola hidatidosa yaitu chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung - gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga ibarat buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (7)

Mola hidatidosa yaitu kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan yaitu sebagai segugus buah anggur.

Mola hidatidosa yaitu perubahan absurd dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang ibarat anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin(hCG)

           

2.      Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah:
  1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.
  2. Imunoselektif dari tropoblast.
  3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
  4. Paritas tinggi.Kekurangan protein.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

3.      Patofisiologi

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
  1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jikalau tidak ditemukan janin.
  2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jikalau disertai janin atau episode janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk membuktikan patogenesis dari penyakit trofoblast

Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 ahad alasannya yaitu itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan kesannya terbentuklah gelembung-gelembung.
  • Teori neoplasma dari Park
    Sel-sel trofoblast yaitu absurd dan memiliki fungsi yang absurd dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
  • Studi dari Hertig
    Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akhir akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada ahad ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menjadikan trofoblast berproliferasi dan melaksanakan fungsinya selama pembentukan cairan.

4.      Tanda gejala

·         Adanya tanda-tanda kehamilan disertai perdarahan. Perdarahan ini bias intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menjadikan syok atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.

·         Hiperemesis gravidarum.

·         Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.

·         Tanda-tanda tirotoksikosis.

·         Kista lutein unilateral / bilateral.

·         Umumnya uterus lebih besar dari usia keehamilan.

·         Tidak dirasakan adanya tanda-tanda gerakan janin, balotemen negative kecuali pada mola parsial.

·         Amenore

·         Pengeluaran gelembung mola

 

5.      Pemeriksaan Klinis

·         Palpasi abdomen Teraba uterus membesar,tidak teraba episode janin, gerakan janin, dan balotemen
·         Auskultasi Tidak terdengar DJJ
·         Periksa dalam vagina uterus membesar, Bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks terbuka dapat diketemukan gelembung MH, perdarahan, sering disertai adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO)
·         Pemeriksaan dengan sonde uterus (Acosta Sison) MH hanya ada gelembung-gelembung yang lunak tanpa kulit ketuban  sonde uterus mudah masuk hingga 10 cm tanpa adanya tahanan
·         Pemeriksaan radiologi
Ø  Foto Abdomen MH tidak tampak kerangka janin. Dilakukan setelah umur kehamilan 16 minggu.
Ø  Amniografi/histerografi  cairan kontras lewat transabdominal / transkutaneus atau transervikal kedalam rongga uterus, akan menghasilkan amniogram atau histerogram yang khas pada kasus MH, yang disebut sebagai sarang tawon/typical honeycomb pattern/honeycomb
·         USG
Ø  Typical Molar Pattern/Classic Echogram Pattern,pola gema yang difus gambaran mirip topan salju/kepingan salju.
Ø  Atypical molar pattern/Atypical echogram pattern, adanya perdarahan diantara jaringan mola.
Ø  MH KOMPLIT tidak didapatkan janin, MH PARSIAL Plasenta yang besar dan luas, kantong amnion kosong atau terisi janin. Janin masih hidup dengan gangguan pertumbuhan & kelainan kongenital, atau sudah mati
Ø  Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO), biasanya besar, multilokuler, dan sering bilateral.
·         PEMERIKSAAN HCG (HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN) kadar HCG yang tetap tinggi & naik cepat setelah hari ke 100 (dihitung semenjak gestasi / hari pertama haid terakhir )

6.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain : Perdarahan hebat, Anemia, Syok, Infeksi, Perforasi uterus, Keganasan

7.      Penanganan
8.      Perbaikan Keadaan Umum
Ø  Koreksi dehidrasi
Ø  Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang)
Ø  Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum, diobati sesuai dengan protokol penanganan di episode obstetri & ginekologi.
Ø  Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis,  dikonsul ke episode penyakit dalam.
9.      Kuretase
Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.
Ø  Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
Ø  Sebelum melaksanakan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
Ø  Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.
Ø  Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim  ke laboratorium PA.
10.  Histerektomi
Syarat melaksanakan histerektomi yaitu :
Ø  umur ibu 35 tahun atau lebih.
Ø  Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau  lebih.
11.  Pemeriksaan Tindak Lanjut
Ø  Lama pengawasan 1-2 tahun
Ø  Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.
Ø  Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap ahad hingga ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
Ø  Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan hingga ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.
Ø  Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.
Ø  Bila selama masa observasi, kadar beta  HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pinjaman kemoterapi.


DAFTAR PUSTAKA

1)            Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC
2)            Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
3)            Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
4)            Harrison . 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
5)            Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
6)            Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI
7)            Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
8)            Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri  & Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
9)            Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
10)        Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
11)        Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
12)        Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997; 109-26.
13)        WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
19)        Suryani E. Solusio Plasenta di RSUP. Dr.M.Djamil padang selama 2 tahun (1 Januari 2002-31 Desember 2004). Skipsi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2004; 1-40.
21)        Blumenfelt M, Gabbe S. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and Obstetrics; Revised Ed, 1997. Philadelphia: Lippincott Raven Publ, 1997; 1-17.
22)        K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003
23)        Varney, helen. 2006. Buku didik asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

 



Histats